Indonesia kaya akan budaya dan tradisi, salah satunya adalah sungkeman—tradisi yang lekat dalam masyarakat Jawa sebagai bentuk hormat orang tua dan tokoh-tokoh yang dituakan dalam keluarga. Meski zaman terus berubah, nilai-nilai dalam budaya sungkeman tetap menjadi landasan kuat yang menjaga hubungan antaranggota keluarga tetap harmonis dan penuh penghormatan.
Yuk, kita ulas lebih dalam tentang arti dan makna di balik budaya sungkeman ini!
Apa Itu Sungkeman?
Sungkeman adalah sebuah tradisi dalam budaya Jawa di mana seseorang, biasanya anak atau anggota keluarga yang lebih muda, melakukan gerakan menunduk dengan lutut menyentuh lantai dan kedua tangan menyentuh atau menjabat tangan orang yang dihormati, biasanya orang tua atau kakek-nenek, sambil membungkukkan badan sebagai tanda rasa hormat dan bakti.
Tradisi ini biasanya dilakukan pada momen-momen penting seperti pernikahan, Idul Fitri, atau saat seseorang hendak pergi jauh. Namun, bagi sebagian keluarga Jawa, sungkeman juga menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari dalam konteks yang lebih sederhana.
Asal Usul Tradisi Sungkeman
Tradisi sungkeman berasal dari filosofi masyarakat Jawa yang menjunjung tinggi prinsip unggah-ungguh atau tata krama. Dalam konteks ini, menghormati orang tua dan leluhur merupakan kewajiban moral yang tidak tertulis namun sangat dijaga.
Jika ditelusuri lebih dalam, akar budaya sungkeman erat hubungannya dengan konsep manembah, yaitu sikap berserah diri dan menghormati pihak yang lebih tinggi secara spiritual atau sosial. Gerakan fisik merendahkan diri ini menjadi simbol bahwa seseorang menyadari posisinya dan menyatakan bakti serta rasa terima kasih secara total.
Makna di Balik Gerakan Sungkeman
Sungkeman bukan sekadar ritual formalitas, melainkan menyimpan makna mendalam bagi pelaku dan penerima. Ada beberapa pesan spiritual dan emosional yang terkandung dalam gerakan ini.
- Rendah hati: Menundukkan badan merupakan simbol kerendahan hati seseorang dalam meminta maaf atau memohon doa restu.
- Penghormatan: Dengan kontak mata, sentuhan tangan, dan posisi tubuh yang lebih rendah, terlihat jelas ungkapan penghormatan terhadap yang lebih tua.
- Ikatan emosional: Sungkeman biasanya dilakukan dengan suasana haru, kadang diiringi tangis haru, menunjukkan kuatnya ikatan emosional antaranggota keluarga.
- Penerimaan dan pengampunan: Dalam konteks Idul Fitri, sungkeman menjadi ajang meminta dan memberi maaf pada sesama anggota keluarga.
Sungkeman dalam Berbagai Momentum
Tradisi sungkeman umumnya dilakukan di momen-momen tertentu, di antaranya:
1. Sungkeman di Hari Lebaran
Salah satu momen paling umum dan sakral untuk melakukan sungkeman adalah saat hari raya Idul Fitri. Di pagi hari setelah salat Ied, anggota keluarga berkumpul dan melakukan sungkeman kepada orang tua. Biasanya, anak-anak kecil akan melakukan ini terlebih dahulu kepada ayah dan ibu, dilanjutkan ke kakek-nenek atau anggota keluarga yang lebih tua.
2. Sungkeman dalam Prosesi Pernikahan
Dalam tradisi Jawa, pernikahan bukan sekadar penyatuan dua insan, tetapi dua keluarga besar. Salah satu prosesi yang mengharukan adalah sungkeman pengantin kepada orang tua. Ini menjadi simbol bahwa anak pamit dan memohon restu untuk mengawali kehidupan barunya.
Biasanya, pengantin pria dan wanita secara bergantian bersimpuh di hadapan orang tua mereka sambil menyampaikan rasa terima kasih dan permohonan doa. Tangis haru tak jarang mewarnai momen ini.
3. Sungkeman Sebelum Merantau
Ketika seseorang akan pergi jauh, baik untuk sekolah, bekerja, atau keperluan lainnya, sering kali dilakukan sungkeman sebagai bentuk pamit dan permohonan doa kepada orang tua. Tradisi ini menjadi bentuk pengakuan bahwa keberhasilan dan keselamatan seseorang sangat dipengaruhi oleh restu orang tua.
Sungkeman: Simbol Budaya Keluarga Jawa
Dalam budaya keluarga Jawa, sungkeman bukan hanya soal tata cara, tetapi merefleksikan keseluruhan nilai-nilai yang dijunjung tinggi, seperti rasa hormat, kebersamaan, dan sikap hidup rendah hati. Warisan tradisi ini membantu menjaga kedekatan emosional dan spiritual antaranggota keluarga.
Tradisi ini juga membantu menanamkan nilai-nilai luhur kepada generasi muda. Mereka tumbuh dengan pengertian bahwa menghormati dan membahagiakan orang tua adalah bentuk keberhasilan sejati dalam hidup.
Sungkeman Di Era Modern
Tak bisa dipungkiri, modernisasi dan globalisasi membuat banyak tradisi daerah mulai tergerus. Namun, sungkeman masih tetap eksis. Bahkan, kini menjadi simbol unik kekayaan budaya yang dibanggakan oleh anak muda Jawa, terutama ketika merayakan momen-momen penting.
Beberapa pasangan muda bahkan dengan bangga menyisipkan sesi sungkeman dalam rangkaian pesta pernikahan yang modern. Di media sosial, sering kita temui potret haru saat pengantin sungkem kepada kedua orang tua, menjadi pengingat bahwa tradisi lama tetap punya tempat di hati masyarakat masa kini.
Pelestarian Tradisi Sungkeman
Melestarikan tradisi sungkeman bukan hanya tugas para orang tua dan tokoh adat, tetapi tanggung jawab bersama. Ini bisa dilakukan melalui:
- Pendidikan keluarga: Mengenalkan tradisi sungkeman sejak usia dini sebagai bagian dari pembentukan karakter anak.
- Pelibatan dalam acara keluarga: Membiasakan anak dan remaja ikut dalam momen sungkeman, misalnya saat lebaran atau acara keluarga besar.
- Sosialisasi di sekolah: Sekolah dapat memasukkan nilai-nilai budaya lokal dalam kegiatan pembelajaran.
- Media sosial dan digital: Menyebarkan momen sungkeman di platform digital membuat generasi muda merasa bangga dan ingin melestarikannya juga.
*****
Sungkeman adalah salah satu warisan tradisi Jawa yang memperlihatkan keindahan nilai luhur seperti hormat orang tua, kerendahan hati, dan penguatan budaya keluarga. Melalui gerakan sederhana namun sarat makna ini, kita diajak untuk senantiasa menghargai jasa dan kasih sayang orang tua serta tokoh keluarga yang lebih tua.
Di tengah arus perubahan zaman, budaya sungkeman adalah pengingat kuat bahwa hal-hal yang bersifat spiritual dan emosional tetap relevan dan bahkan semakin dibutuhkan untuk membangun masyarakat yang penuh kasih dan saling menghormati.
Jadi, jangan ragu untuk meneruskan tradisi ini di keluarga masing-masing. Karena dari gerakan sederhana sungkeman, lahir cinta, restu, dan harmonisasi yang tiada duanya.