Ketika kita berbicara tentang tradisi pernikahan Jawa, yang terlintas mungkin adalah busana adat yang anggun, upacara siraman penuh makna, atau prosesi sungkeman yang sarat haru. Namun, siapa sangka bahwa sepasang makanan sederhana seperti jadah dan wajik juga memiliki tempat spesial dalam sakralnya pernikahan adat Jawa? Di balik bentuknya yang mungil dan manis, kedua kuliner khas ini menyimpan simbol kebersamaan dan kerukunan yang mendalam. Yuk, kita kulik lebih lanjut kisah dan makna di balik makanan adat yang satu ini.
Apa Itu Jadah dan Wajik?
Mengenal Jadah
Jadah merupakan makanan tradisional yang terbuat dari beras ketan putih yang ditanak dan ditumbuk sampai halus, kemudian dibentuk pipih. Biasanya, jadah dimakan dengan taburan kelapa parut dan sedikit tambahan garam. Rasanya gurih dan bertekstur kenyal. Banyak orang mungkin mengenalnya sebagai "uli" dalam bahasa Sunda, namun versi Jawa memiliki keunikan tersendiri dalam penyajiannya.
Mengenal Wajik
Sementara itu, wajik adalah makanan manis berbahan dasar ketan yang dimasak bersama gula merah dan santan, lalu dipotong berbentuk jajar genjang. Rasanya manis legit, teksturnya kenyal, dan aromanya wangi. Wajik sering muncul dalam berbagai upacara adat dan hari besar keagamaan sebagai simbol sukacita dan harapan baik.
Keduanya memang sama-sama berbahan dasar ketan, tetapi diproses dan dibumbui dengan cara yang berbeda, menciptakan cita rasa serta filosofi yang saling melengkapi.
Makna Filosofis Jadah dan Wajik dalam Tradisi Jawa
Dalam tradisi Jawa, semua hal—bahkan yang tampak sepele seperti makanan—memiliki makna dan filosofi. Kehadiran jadah dan wajik dalam acara pernikahan bukan semata-mata sebagai hidangan, tetapi lebih dari itu: sebagai perlambang kesatuan dua insan dalam ikatan suci pernikahan.
- Jadah memiliki rasa yang gurih — menggambarkan keseimbangan dan ketegasan.
- Wajik yang manis melambangkan kebahagiaan dan kenikmatan cinta dalam rumah tangga.
Disandingkan bersama, jadah dan wajik menyimbolkan manis dan gurih dalam kehidupan berumah tangga: tidak selalu manis, kadang juga mendapati rasa "gurih" atau tantangan, tapi keduanya menyatu dan saling melengkapi. Layaknya pasangan suami istri yang harus saling memahami dan mendukung dalam suka maupun duka.
Peran Jadah Wajik dalam Pernikahan Jawa
Persembahan Seserahan
Salah satu momentum penting dalam pernikahan adat Jawa adalah prosesi seserahan. Di sinilah jadah dan wajik sering muncul, dikemas rapi dalam tampah atau kotak cantik untuk diberikan dari pihak keluarga pria kepada mempelai wanita. Filosofinya jelas: harapan agar rumah tangga yang akan dibangun terasa manis (seperti wajik) dan kuat menyatu seperti jadah yang dipadatkan.
Hidangan dalam Resepsi
Selain dalam seserahan, kuliner tradisional ini juga sering hadir dalam bentuk camilan di pesta pernikahan. Meskipun zaman berubah dan banyak menu modern bermunculan, jadah dan wajik tetap menjadi ikon yang disukai oleh tamu-tamu yang lebih sepuh, karena membawa nuansa nostalgia dan kearifan lokal.
Simbolisasi dalam Dekorasi
Di beberapa daerah Jawa, jadah dan wajik bahkan menjadi elemen dekoratif dalam upacara adat. Disusun dalam bentuk segi empat atau bentuk pagar mini, menjadikannya bagian dari ornamen cantik sekaligus bermakna dalam ritual adat.
Menyatu dalam Budaya Kuliner Nusantara
Tak hanya dalam konteks pernikahan, jadah dan wajik juga merupakan bagian penting dari kuliner tradisional Jawa. Bisa dibilang, makanan ini adalah warisan budaya yang masih eksis hingga kini. Buktinya, masih banyak pedagang yang menjual jadah wajik di pasar tradisional maupun tempat wisata seperti di kaki Gunung Merapi, Yogyakarta, tempat yang terkenal dengan kuliner jadah tempe.
Menariknya, penyebutan "jadah wajik" juga kerap menjadi idiom tersendiri dalam masyarakat Jawa, yang menunjukkan pasangan yang tak terpisahkan. Misalnya, seseorang bisa berkata, “Mereka itu seperti jadah dan wajik,” untuk menggambarkan dua orang yang sangat cocok dan selalu bersama.
Jadah dan Wajik di Era Modern
Inovasi Rasa dan Tampilan
Seiring dengan perkembangan zaman, kita bisa menemukan variasi baru dari jadah dan wajik. Misalnya, jadah kini ada yang dikukus dengan daun pandan agar lebih wangi, atau dikombinasikan dengan topping seperti keju. Wajik pun begitu, ada yang diberi tambahan vanila, jahe, atau bahkan bentuk kekinian seperti bola-bola kecil berbalut wijen.
Promosi Produk Lokal
Banyak UMKM dan pelaku industri kreatif mulai mengangkat kembali kuliner pernikahan seperti jadah dan wajik, menjadikannya hampers pernikahan atau suvenir elegan yang tetap berakar pada budaya. Ini upaya penting agar generasi muda tidak melupakan nilai-nilai tradisional yang terkandung dalam makanan adat ini.
*****
Meski terlihat sederhana, jadah dan wajik bukanlah sekadar camilan tradisional biasa. Ia adalah bagian dari kisah panjang perjalanan budaya Jawa, khususnya dalam konteks sakral seperti pernikahan adat. Simbol akan harmonisasi dua karakter yang berbeda, cita rasa kehidupan yang beraneka rupa, dan harapan akan rumah tangga yang langgeng dan bahagia.
Di tengah gempuran tren makanan modern, jadah dan wajik mengingatkan kita bahwa identitas budaya dan filosofi kehidupan bisa hadir dalam sesendok makanan. Jadi, saat kamu menghadiri pesta pernikahan Jawa berikutnya dan melihat ada jadah wajik di meja sajian, jangan hanya cicipi rasanya. Rasakan pula kisah dan makna yang dibawanya.
Suwun wis maca. Mugi budaya kita tansah lestari, lan jadah wajik terus dadi saksi kebersamaan cinta sejati.