Ada banyak tradisi turun-temurun yang masih dijaga hingga saat ini oleh orang Jawa. Salah satu yang paling menonjol adalah nyekar, atau yang juga dikenal sebagai ziarah kubur. Aktivitas ini bukan hanya sekadar mampir ke makam keluarga, melainkan sarat makna dan nilai-nilai spiritual yang mendalam.
Seiring perkembangan zaman, sebagian generasi muda mungkin mulai asing dengan tradisi ini. Maka dari itu, mari kita telusuri lebih dalam tentang apa itu nyekar, mengapa penting dalam tradisi Jawa, dan kapan biasanya dilakukan.
Apa Itu Nyekar?
Nyekar berasal dari kata “sekar” yang berarti bunga dalam bahasa Jawa. Maka nyekar bisa diartikan sebagai kegiatan menaburkan bunga di makam. Namun lebih dari itu, nyekar adalah bentuk ziarah kubur yang dilakukan oleh anggota keluarga untuk menunjukkan rasa hormat kepada leluhur, sekaligus sebagai pengingat akan kehidupan yang fana.
Biasanya, nyekar disertai dengan doa-doa dan tahlil. Masyarakat percaya bahwa dengan mendoakan arwah leluhur, mereka akan mendapatkan ketenangan dan keberkahan yang kemudian juga akan tercurah kepada para keturunannya.
Kapan Tradisi Nyekar Dilakukan?
Meskipun bisa dilakukan kapan saja, masyarakat Jawa umumnya memilih waktu-waktu tertentu yang dianggap baik dan penuh makna. Berikut adalah beberapa waktu yang populer untuk nyekar:
- Menjelang bulan Ramadan: Ini adalah waktu paling umum untuk nyekar. Tujuannya adalah untuk menyucikan diri dan mencari restu dari arwah leluhur sebelum memasuki bulan suci.
- Sebelum Lebaran (Idul Fitri): Banyak keluarga yang nyekar sehari atau dua hari sebelum Lebaran. Biasanya, kegiatan ini diikuti dengan acara berkumpul keluarga.
- Setelah Lebaran: Jika tak sempat sebelum Lebaran, nyekar bisa juga dilakukan setelah sholat ied ketika keluarga besar sedang berkumpul.
- Hari-hari tertentu dalam kalender Jawa: Seperti malam Jumat Kliwon, malam Satu Suro, atau hari-hari kelahiran dan kematian orang tua yang sudah wafat.
Rangkaian Prosesi Nyekar
Proses nyekar sebenarnya cukup sederhana, tapi penuh makna. Biasanya dimulai dari rumah dan diakhiri dengan makan bersama atau sekadar kumpul keluarga. Berikut adalah tahapan-tahapan umumnya:
1. Menyiapkan Bunga dan Air
Sesuai dengan namanya, nyekar membutuhkan bunga tabur. Campuran bunga yang umum digunakan adalah bunga melati, mawar, kenanga, dan kadang bunga kantil. Bunga-bunga ini disimbolkan sebagai bentuk cinta, harapan, dan penghormatan.
2. Berangkat ke Makam
Ziarah biasanya dilakukan bersama keluarga. Di makam, suasana dibuat hening dan khusyuk. Setelah membersihkan makam, bunga ditaburkan dan air bunga disiramkan perlahan.
3. Membaca Doa dan Tahlil
Doa-doa seperti Al-Fatihah, Yasin, atau tahlil biasa dibacakan tergantung tradisi keluarga. Intinya adalah mendoakan agar arwah yang telah mendahului mendapat ampunan dan tempat terbaik di sisi-Nya.
4. Mengunjungi Makam Lain
Sering kali, nyekar tidak hanya dilakukan di satu makam saja. Anggota keluarga besar bisa menyempatkan diri ziarah ke makam paman, bibi, bahkan kakek buyut — sebagai bentuk penghargaan kepada garis keturunan.
5. Berkumpul dan Silaturahmi
Setelah nyekar selesai, banyak keluarga menggunakan kesempatan ini untuk makan bersama atau sekadar ngobrol santai. Momen ini penting untuk mempererat tali persaudaraan, terutama jika sudah jarang bertemu.
Makna Filosofis Nyekar dalam Budaya Jawa
Lebih dari sekadar tradisi, nyekar mengandung nilai-nilai hidup yang mendalam dalam filosofi Jawa. Beberapa di antaranya adalah:
- Nguri-uri kabudayan: Melestarikan budaya sebagai bagian dari identitas dan warisan leluhur.
- Eleng mati: Ingat akan kematian sebagai motivasi untuk hidup lebih baik.
- Sambung roso: Menghubungkan rasa dan batin dengan mereka yang telah tiada secara spiritual.
- Rasa hormat dan bakti: Menunjukkan bahwa kita tidak melupakan jasa para pendahulu.
Dalam pandangan orang Jawa, manusia adalah bagian dari siklus kehidupan yang terhubung satu sama lain, baik yang masih hidup maupun yang sudah wafat. Dengan nyekar, seorang anak atau cucu menyambung kembali tali batin dengan para leluhur.
Perubahan Tradisi di Era Modern
Seiring perkembangan zaman, tradisi nyekar mulai mengalami perubahan. Beberapa anak muda merasa bahwa nyekar adalah tradisi kuno yang tidak sesuai lagi dengan zaman sekarang. Namun sebenarnya, esensi dari nyekar tetap relevan.
Bahkan dalam dunia yang makin sibuk dan individualis, nyekar bisa menjadi momen refleksi diri yang sangat berarti. Saat kita berdiri di hadapan makam seorang ayah atau ibu, kita diingatkan akan kasih sayang mereka yang tak ternilai, dan bagaimana kita kini menjadi lanjutan dari cerita hidup mereka.
Beberapa keluarga bahkan kini melakukan nyekar secara virtual atau mengirim doa dari kejauhan jika tidak bisa pulang kampung. Meskipun tidak ideal, ini tetap menunjukkan niat baik untuk menghormati leluhur.
*****
Tradisi nyekar bukan hanya aktivitas fisik menabur bunga atau membaca doa, tetapi sebuah bentuk ziarah kubur yang kaya makna dalam tradisi Jawa. Lewat nyekar, kita diajak untuk mengingat asal-usul, menghargai leluhur, dan memperkuat nilai-nilai spiritual serta kekerabatan dalam keluarga.
Meskipun zaman terus bergerak, nilai-nilai luhur seperti hormat kepada leluhur, introspeksi, dan silaturahmi tidak pernah usang. Justru, dengan melestarikan tradisi seperti nyekar, kita meneguhkan identitas dan jati diri sebagai orang Jawa yang berakar kuat pada budaya dan kearifan lokal.
Jadi, kapan terakhir kali kamu nyekar?