Jika berbicara tentang tokoh sastra Jawa klasik, nama Ranggawarsita selalu muncul sebagai salah satu figur paling penting. Dikenal sebagai pujangga besar dari Keraton Surakarta di abad ke-19, Ranggawarsita memiliki kontribusi luar biasa dalam dunia sastra, filsafat, dan budaya Jawa. Salah satu karya terkenalnya, Serat Kalatidha, hingga kini masih dipelajari dan dikagumi karena kedalaman maknanya dan kemampuan beliau dalam meramal dan membaca zaman.
Dalam artikel ini, kita akan mengulas siapa sebenarnya Ranggawarsita, karya-karya terkenalnya, serta makna mendalam dari sastra Jawa klasik yang dikenalkannya. Tidak hanya untuk mengenang kepiawaiannya dalam menulis, tapi juga untuk memahami nilai-nilai Jawa yang beliau wariskan.
Siapakah Ranggawarsita?
Latar Belakang Kehidupan
Raden Ngabehi Ranggawarsita lahir dengan nama Bagus Burham pada tahun 1802 di Surakarta. Ia berasal dari keluarga bangsawan Jawa yang memiliki tradisi intelektual yang kuat. Tak mengherankan jika sejak muda ia sudah menyukai dunia sastra, filsafat, bahkan spiritualitas. Ia cucu dari Yasadipura II, pujangga besar sebelumnya, sehingga kecintaannya pada dunia tulis-menulis memang mengalir dari darah keturunannya.
Seiring usianya bertambah, Ranggawarsita dinobatkan sebagai pujangga resmi Keraton Surakarta. Tugasnya bukan hanya menulis, tetapi juga menjadi penafsir zaman, penulis sejarah, dan penyampai nilai-nilai adat serta spiritual bagi masyarakat Jawa.
Kontribusi dalam Sastra Jawa Klasik
Ranggawarsita dianggap sebagai penutup dari deretan pujangga besar klasik Jawa. Artinya, setelah era beliau, belum ada lagi tokoh sastra Jawa klasik yang memiliki pengaruh sekuat dirinya. Dalam setiap karyanya, ia tak sekadar merangkai kata-kata puitis, tetapi juga menyampaikan pemikiran mendalam tentang kehidupan, falsafah, dan tata sosial masyarakat Jawa.
Dengan kemampuannya bercerita dan berfilsafat, ia memadukan gaya tutur Jawa yang lembut dengan kritik sosial yang tajam. Banyak orang menyebutnya sebagai “pujangga palastro” atau pujangga perenung zaman, karena kepekaannya terhadap perubahan sosial dan runtuhnya nilai-nilai luhur masyarakat saat itu.
Karya-Karya Ranggawarsita yang Terkenal
Serat Kalatidha
Salah satu karya Ranggawarsita yang paling populer adalah Serat Kalatidha. Serat ini ditulis dalam bentuk tembang macapat, khususnya dalam bentuk sinom dan kinanti, dan menggambarkan suasana kegelisahan dalam masyarakat Jawa kala itu. Kalatidha berarti “zaman galau” atau zaman kegelapan — sebuah masa di mana kebenaran sulit dicari, keadilan jadi barang langka, dan kebajikan mulai ditinggalkan.
Dalam Serat Kalatidha, Ranggawarsita seakan menulis tentang “akhir zaman” dalam konteks Jawa. Namun bukan kiamat secara fisik, melainkan keruntuhan nilai moral dan spiritual. Ia banyak menuliskan bahwa manusia mulai lupa daratan, menyembah harta dan kekuasaan, serta meninggalkan laku utama seperti narima, sabar, dan eling.
Karya Lainnya
Selain Serat Kalatidha, Ranggawarsita juga menghasilkan banyak karya penting lainnya, antara lain:
- Serat Witaradya – Mengajarkan nilai-nilai kepemimpinan dan laku hidup yang mulia.
- Serat Sabdajati – Mengupas soal filsafat Jawa yang berkaitan dengan jiwa dan kesadaran manusia.
- Serat Darmogandhul – Meski ada perdebatan soal penulis aslinya, namun sering dikaitkan dengan gaya penulisan Ranggawarsita, yang berisi sindiran terhadap kebobrokan elite zaman itu.
- Serat Pustakaraja – Kompilasi sejarah para raja Jawa dari masa ke masa.
Banyak dari karya beliau masih ditulis dalam aksara Jawa atau Arab Pegon, dan sekarang terus ditransliterasi agar bisa dipelajari oleh generasi masa kini.
Pemikiran Ranggawarsita yang Abadi
Meramal Zaman Lewat Sastra
Ranggawarsita dikenal bukan hanya sebagai penulis, tapi juga sebagai peramal atau penyimak zaman. Dalam puisi-puisinya, seringkali ia menulis prediksi tentang masa depan—terutama kemunduran moral dan sosial yang akan menimpa masyarakat. Namun, ia juga selalu meninggalkan harapan bahwa setelah kegelapan, akan datang terang. Dalam Serat Kalatidha, terdapat satu bait yang sangat terkenal:
“Zaman edan yen tan melu edan ora keduman melik, nanging yen melu edan nora tahan, sampun kadung cedhak laku utama.”
Bait tersebut secara umum berarti: “Zaman gila, jika tidak ikut gila tak kebagian rezeki, tapi kalau ikut gila hati ini tak sanggup; walau demikian aku tetap mendekat pada jalan utama.” Kalimat ini sering dianggap sebagai prinsip hidup yang luar biasa—bahwa dalam zaman yang memusingkan ini, seseorang harus tetap berpegang pada kebaikan walau jalan itu penuh tantangan.
Filsafat Jawa dalam Karya
Banyak pemikiran falsafah Jawa yang bisa ditemukan dalam karya-karya Ranggawarsita. Beberapa prinsip Jawa yang ia anut dan sampaikan lewat sastra antara lain:
- Tri Pramana – Tiga cara mengetahui kebenaran: empiri, logika, dan intuisi.
- Ngelmu kasampurnan – Ilmu yang menyempurnakan diri dan membawa kedamaian lahir batin.
- Manunggaling kawula gusti – Penyatuan antara manusia dan Tuhan dalam laku spiritual.
Pemikiran-pemikiran ini tidak hanya memperlihatkan tingginya intelektualitas Ranggawarsita, tapi juga kedalaman spiritualitasnya dalam menangkap realitas hidup yang kompleks.
Warisan dan Relevansi di Masa Kini
Hingga saat ini, karya-karya Ranggawarsita diajarkan di berbagai lembaga budaya dan pendidikan. Beberapa kampus menjadikannya bahan pembelajaran di jurusan sastra dan filsafat. Lebih dari itu, pemikiran-pemikirannya kembali relevan di masa modern ini—ketika kita dihadapkan pada berbagai problem sosial, krisis etika, dan disorientasi nilai.
Banyak orang yang kemudian mengutip Serat Kalatidha sebagai cermin masa kini. Zaman digital yang serba cepat, informasi yang simpang siur, dan kompetisi yang keras membuat prinsip hidup Jawa yang diajarkan Ranggawarsita terasa begitu menenangkan. Terutama nilai-nilai seperti narima ing pandum (menerima dengan ikhlas), eling lan waspada (selalu sadar dan hati-hati), serta nglakoni laku utama (menempuh jalan kebajikan).
Pelestarian Sastra Jawa Klasik
Tentu tantangannya sekarang adalah bagaimana menjaga agar karya-karya seperti milik Ranggawarsita tetap hidup dan relevan di tengah arus globalisasi dan budaya populer yang semakin dominan. Beberapa komunitas literasi dan budaya Jawa melakukan transliterasi dan digitalisasi karya beliau, agar bisa diakses lebih luas, termasuk oleh generasi muda.
Pemerintah dan lembaga adat juga mulai aktif mengajarkan kembali sastra Jawa klasik lewat pendidikan nonformal, workshop, dan pertunjukan seni. Dan yang terpenting, kita sebagai masyarakat juga harus memelihara rasa ingin tahu terhadap akar budaya sendiri.
*****
Ranggawarsita bukan sekadar pujangga, tapi pelita dalam zaman yang suram. Ia mengabdikan hidupnya untuk menulis, merangkum kegelisahan zamannya, dan memberikan wejangan spiritual yang tetap relevan hingga hari ini. Lewat Serat Kalatidha dan karya-karya lainnya, ia mengajarkan kita untuk tidak kehilangan arah dalam badai zaman.
Semoga kita bisa terus mengambil hikmah dari warisan sastra Jawa klasik, mengenang jasa Ranggawarsita, dan menerangi hidup dengan nilai-nilai kebajikan seperti yang beliau tuliskan dengan penuh kebijakan.