Hidup dalam masyarakat Jawa adalah hidup dalam kekayaan tradisi yang telah diwariskan secara turun temurun. Salah satu tradisi yang unik dan sarat makna dalam budaya Jawa adalah ritual Tedhak Siten, yaitu upacara yang dilakukan ketika seorang bayi mulai belajar berjalan atau menginjakkan kakinya pertama kali ke tanah. Tradisi ini merupakan bagian dari adat Jawa yang hingga kini masih dijaga dan dilakukan dengan penuh kesakralan serta rasa syukur.
Dalam artikel ini, kita akan mengenal lebih dalam tentang makna, prosesi, hingga simbol-simbol yang ada dalam ritual Tedhak Siten. Yuk, kita telusuri lebih lanjut!
Apa Itu Tedhak Siten?
Secara harfiah, tedhak berasal dari kata “tedak” yang artinya turun, dan siten berasal dari kata “siti” yang berarti tanah. Jadi, tedhak siten berarti "turun ke tanah". Tradisi ini dilakukan ketika bayi berusia sekitar tujuh atau delapan bulan menurut penanggalan Jawa atau setelah gigi pertamanya tumbuh—tanda bahwa ia mulai siap untuk berdiri dan berjalan.
Ritual ini tidak hanya sekadar upacara biasa, tetapi juga mengandung harapan serta doa orang tua agar sang anak dapat tumbuh menjadi pribadi yang kuat, mandiri, dan mendapatkan jalan hidup yang baik. Tedhak siten adalah simbol awal anak mengenal dunia luar secara harfiah—dari gendongan ke permukaan bumi yang sebenarnya.
Makna Mendalam di Balik Tradisi
Dalam masyarakat Jawa, tindakan seseorang yang pertama kali menyentuh bumi dipandang sakral. Bayi yang hendak berjalan untuk pertama kalinya dianggap memasuki fase baru dalam hidupnya. Oleh karena itu, segala sesuatunya dipersiapkan dengan sungguh-sungguh. Di balik setiap prosesi ada simbol dan harapan tersirat yang menyertai setiap langkah kecil sang bayi.
Simbol Perjalanan Hidup
Tedhak siten mencerminkan filosofi hidup Jawa yang penuh dengan laku dan pembelajaran. Memasuki bumi untuk pertama kali dipandang sebagai perjalanan: dari dunia bayi yang lemah ke kehidupan nyata yang penuh tantangan. Karena itu, orang tua harus mempersiapkan anak-anak mereka, bahkan sejak dini, agar siap menghadapi kehidupan yang keras dengan kekuatan spiritual dan moral.
Urutan Prosesi Tedhak Siten
Meskipun setiap daerah di Jawa bisa memiliki variasi dalam pelaksanaan ritual ini, secara umum berikut adalah tahapan-tahapan dalam adat tedhak siten:
- Persiapan Tempat dan Perlengkapan: Biasanya dilakukan di halaman rumah atau pendopo, dengan perlengkapan seperti tangga dari tebu wulung, tanah sawah, sangkar ayam, dan aneka makanan tradisional.
- Turun Tangga Tebu: Bayi dituntun oleh orang tua untuk menuruni tangga kecil yang dibuat dari batang tebu wulung. Ini melambangkan harapan agar anak memiliki kepribadian yang kuat dan sehat secara jasmani maupun rohani.
- Menapak Tanah: Setelah menuruni tangga, bayi berjalan di atas tanah sawah atau pasir. Ini adalah momen simbolis bahwa bayi telah menyentuh bumi untuk pertama kalinya.
- Masuk Sangkar Ayam: Bayi diletakkan dalam sangkar ayam berisi aneka benda seperti perhiasan, alat tulis, uang, mainan, dan lainnya. Benda yang pertama kali diambil oleh bayi dipercaya memberi petunjuk tentang minat atau profesi anak di masa depan.
- Pecah Kendi: Sebuah kendi tanah liat dipecahkan oleh orang tua bayi sebagai simbol melepaskan segala kesialan dan membuka jalan keberuntungan bagi sang anak.
- Pemberian Sajian dan Doa: Upacara ditutup dengan doa bersama dan makan tumpeng bancakan sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Makna Filosofis dari Setiap Elemen
Dalam ritual tedhak siten, setiap benda atau tindakan yang dilakukan memiliki makna filosofis yang dalam. Ini bukan sekadar simbol, tapi juga pengingat nilai-nilai luhur nenek moyang Jawa.
Tebu Wulung
Tebu wulung atau tebu hitam melambangkan keteguhan dan kesabaran. Dalam filosofi Jawa, warna ungu tua atau kehitaman menunjukkan ketenangan dan kedalaman jiwa. Dengan menapak tangga dari tebu ini, anak diharapkan memiliki kehidupan yang manis, kuat, dan bijaksana.
Tanah dan Air
Tanah sebagai elemen dasar kehidupan adalah simbol penerimaan bumi terhadap kehadiran manusia baru. Bayi yang menginjak tanah diharapkan akan selalu terhubung dengan asal-usulnya dan tidak lupa daratan. Sering kali digabungkan dengan air, sebagai lambang rezeki yang mengalir.
Sangkar Ayam dan Pilihan Benda
Benda-benda yang diletakkan dalam sangkar ayam mewakili berbagai kemungkinan jalan hidup. Misalnya:
- Uang: menandakan akan pintar mencari rezeki
- Alat tulis: melambangkan kecerdasan atau profesi cendekia
- Perhiasan: menunjukkan kelak ia bisa menjadi orang yang berlimpah materi
- Mainan: mencerminkan jiwa yang ceria dan kreatif
Apa pun yang diambil pertama kali bukanlah sebuah ramalan mutlak, tapi menjadi harapan dan patokan awal orang tua untuk membantu membentuk karakter anak sesuai pilihannya.
Menjaga Warisan Budaya Lewat Tedhak Siten
Di era modern seperti sekarang, banyak tradisi yang mulai terlupakan atau hanya dilakukan sebatas formalitas. Namun, tedhak siten menegaskan pentingnya melestarikan tradisi Jawa sebagai bagian dari identitas dan jati diri. Upacara ini bisa menjadi ajang mengenalkan budaya leluhur kepada anak-anak sejak usia dini.
Bahkan beberapa orang tua zaman sekarang mengkombinasikan ritual ini dengan konsep yang lebih modern, tapi tanpa meninggalkan nilai-nilai utamanya. Misalnya, menggunakan pakaian adat Jawa untuk bayi dan keluarga, lalu membuat dokumentasi dalam bentuk video atau foto profesional, sehingga menjadi kenangan menyentuh hingga kelak anak dewasa.
Kapan Waktu yang Tepat untuk Melakukan Tedhak Siten?
Dalam perhitungan tradisional Jawa, waktu penyelenggaraan tedhak siten biasanya merujuk pada weton atau hari kelahiran anak. Banyak keluarga masih berkonsultasi kepada sesepuh, pinisepuh, atau dukun bayi untuk menentukan hari baik. Namun tak jarang pula, dalam kehidupan modern, tanggal diatur lebih fleksibel agar selaras dengan kegiatan keluarga atau momen libur.
*****
Tedhak siten bukan sekadar tradisi turun-temurun, tapi juga sarat akan makna dan harapan mendalam dari orang tua kepada anaknya dalam menapaki kehidupannya. Dari prosesi menapak tanah hingga berbagai simbol benda dalam sangkar ayam, semuanya menceritakan filosofi luhur masyarakat Jawa yang menghargai setiap tahap kehidupan manusia.
Dengan terus melestarikan ritual ini, kita tidak hanya menjaga kebudayaan Jawa agar tetap hidup, tetapi juga menanamkan nilai-nilai luhur kepada generasi penerus. Jadi, jika kamu adalah orang tua muda dari keturunan Jawa atau sekadar ingin mengenalkan budaya kepada anak, pertimbangkan untuk mengadakan ritual tedhak siten—sebagai bentuk rasa syukur dan pengingat asal-usul kita.