Mimpi selalu menjadi fenomena yang menarik dan misterius bagi banyak orang, termasuk dalam kebudayaan Jawa. Dalam kehidupan sehari-hari, mimpi kerap kali diyakini sebagai pertanda atau firasat—baik yang bersifat positif maupun negatif. Primbon Jawa, sebagai salah satu khazanah kebudayaan leluhur, telah memberikan ruang khusus untuk menafsirkan mimpi secara mendalam.
Menariknya, pandangan-pandangan dalam primbon ternyata bisa disejajarkan—dan dalam beberapa hal bertolak belakang—dengan pendekatan psikologi modern, khususnya dari tokoh seperti Sigmund Freud.
Makna Mimpi dalam Kehidupan Orang Jawa
Dalam tradisi Jawa, mimpi bukanlah sekadar bunga tidur. Ia bisa menjadi jembatan antara dunia nyata dan dunia gaib, sebagai bentuk komunikasi dari leluhur, alam semesta, atau bahkan pertanda dari Tuhan. Oleh karena itu, tafsir mimpi dalam primbon sangatlah kaya.
Mimpi bukan hanya sekadar simbol, tetapi juga petunjuk arah dalam mengambil keputusan.
Contohnya, seseorang yang bermimpi melihat ular dipercaya akan segera menemukan jodoh atau akan mendapat godaan asmara. Jika bermimpi melihat rumah kemasukan air, dipercaya bahwa akan datang cobaan atau kerusakan dalam rumah tangga. Begitu pula mimpi gigi copot, yang sering kali ditafsirkan sebagai pertanda akan ada anggota keluarga yang jatuh sakit atau meninggal.
Hal-hal semacam ini tidak dimaknai secara logis, tapi dengan pendekatan batiniah—bahwa segala sesuatu yang terjadi dalam mimpi adalah bagian dari komunikasi semesta dengan manusia. Orang Jawa meyakini bahwa mimpi bisa menjadi wahyu kecil, asal diterima dengan hati yang bening dan niat yang tulus.
Primbon dan Simbol-Simbol dalam Mimpi
Primbon menyusun daftar panjang simbol-simbol mimpi dan artinya, yang diwariskan secara turun-temurun. Sebagian besar disusun dalam bentuk catatan tangan, kitab tua, atau diturunkan secara lisan.
Simbol-simbol itu bersifat sangat spesifik, contohnya:
-
Melihat air keruh → pertanda datangnya fitnah atau kabar buruk.
-
Naik ke atas pohon → pertanda akan naik jabatan atau mendapat penghormatan.
-
Digigit ular → pertanda akan ada cinta baru atau pasangan yang mendekat.
-
Melihat api → bisa bermakna dua, tergantung konteksnya. Api kecil menandakan semangat, sedangkan api besar menandakan emosi atau kemarahan.
Yang menarik, tafsir mimpi dalam primbon tak selalu berdiri sendiri. Ia biasanya juga dikaitkan dengan weton (hari kelahiran), neptu, serta keadaan batin seseorang. Mimpi yang sama bisa dimaknai berbeda, tergantung siapa yang mengalaminya dan kapan mimpi itu terjadi.
Laku Spiritual: Mimpi sebagai Petunjuk Hidup
Dalam kepercayaan Jawa, orang yang menjalani laku tirakat seperti puasa, tapa, atau meditasi (semedi), diyakini lebih mudah menerima petunjuk lewat mimpi. Mimpi dalam keadaan seperti itu tidak dianggap biasa, melainkan sebagai pesan yang sangat penting—entah itu petunjuk langkah hidup, peringatan, atau bahkan wahyu dari leluhur.
Tidak sedikit tokoh-tokoh Jawa tempo dulu yang mengambil keputusan besar karena mimpi. Ada yang memulai perjalanan, pindah rumah, bahkan menikah atau membatalkan pernikahan karena isyarat dalam mimpi. Ini menunjukkan bahwa mimpi punya posisi istimewa dalam kehidupan spiritual masyarakat Jawa.
Mimpi Menurut Sigmund Freud
Di sisi lain, psikologi modern—khususnya pemikiran Sigmund Freud dalam bukunya The Interpretation of Dreams—memberikan pandangan yang berbeda tentang mimpi.
Bagi Freud, mimpi adalah manifestasi dari keinginan-keinginan bawah sadar yang tidak tersalurkan dalam kehidupan sadar. Mimpi dianggap sebagai ruang simbolik di mana hasrat yang ditekan selama bangun menemukan jalan keluar secara tidak langsung.
Menurut Freud, isi mimpi memiliki dua tingkat: manifest content (isi nyata yang kita ingat) dan latent content (makna tersembunyi yang berasal dari dorongan bawah sadar). Misalnya, seseorang yang bermimpi dikejar binatang buas bisa diartikan sebagai ketakutan atau tekanan yang sedang dialami, bukan benar-benar pertanda dari dunia gaib.
Freud menekankan bahwa tafsir mimpi bukan soal ramalan masa depan, melainkan soal memahami masa lalu dan kondisi batin seseorang. Ia juga percaya bahwa banyak simbol dalam mimpi bersifat universal dan sering kali berhubungan dengan konflik batin, trauma masa kecil, atau dorongan seksual.
Titik Temu antara Primbon dan Freud?
Meski tampak sangat berbeda, ada titik temu menarik antara tafsir mimpi ala primbon dan psikoanalisa Freud. Keduanya sama-sama meyakini bahwa mimpi bukan sekadar bunga tidur, melainkan jendela menuju sesuatu yang lebih dalam.
Jika Freud melihat mimpi sebagai jalan masuk ke alam bawah sadar, maka primbon melihat mimpi sebagai jalan masuk ke dimensi spiritual.
Di sinilah kita bisa mengambil pendekatan integratif.
Bahwa tidak semua mimpi harus ditafsirkan secara logis, dan tidak semua mimpi harus ditafsirkan secara mistis.
Kadang, mimpi datang karena tekanan psikologis, dan kadang karena getaran batin yang membuka komunikasi dengan energi alam semesta.
Tafsir Mimpi di Era Modern
Hari ini, kita hidup di era teknologi dan logika. Banyak orang mulai melupakan atau meremehkan tafsir mimpi dalam primbon, menganggapnya tak lebih dari takhayul.
Tapi tidak sedikit pula yang kembali mencari makna spiritual dalam hidup, dan mimpi menjadi pintu masuk yang lembut namun dalam.
Ada banyak aplikasi dan situs yang menawarkan tafsir mimpi ala primbon. Kamu bisa mencari tahu arti mimpimu di Kawruh.com. Tapi penting untuk diingat bahwa makna mimpi tidak selalu hitam putih. Ia sangat bergantung pada intuisi, kepekaan batin, serta pengalaman hidup masing-masing. Tafsir mimpi bukan ilmu pasti, tapi bisa menjadi sarana refleksi diri.
Menghargai Dua Dunia
Pada akhirnya, baik primbon maupun Freud, keduanya mengajarkan bahwa mimpi patut diperhatikan.
Mimpi bisa jadi cermin batin kita yang sedang gelisah, atau bahkan pesan dari alam yang sedang berbicara.
Yang penting bukan semata apa arti mimpi tersebut, tapi bagaimana kita menyikapinya.
Sebagai orang Jawa, kita mewarisi dua dunia: dunia leluhur yang peka pada isyarat gaib, dan dunia modern yang penuh analisis psikologis. Mimpi, dalam segala misterinya, tetap menjadi ruang suci yang menghubungkan keduanya.
“Lamun urip ora nganggo rumangsa, bakal kélangan arah. Mimpi iku uga cara urip ngelingaké awake dhewe.”