Weton bukan sekadar hitungan hari lahir. Dalam kebudayaan Jawa, ia adalah jendela untuk memahami karakter seseorang, meramal jodoh, melihat hari baik, hingga menimbang nasib dan rejeki. Tradisi ini telah hidup ratusan tahun lamanya, menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Jawa, terutama dalam laku spiritual dan keputusan-keputusan penting hidup sehari-hari.
Tapi bagaimana sesungguhnya asal-usul weton, cara menghitungnya, dan apakah orang Jawa masa kini masih memegang teguh tradisi ini?
Apa Itu Weton?
Secara sederhana, weton adalah gabungan antara hari dalam seminggu (Senin sampai Minggu) dan pasaran Jawa (Legi, Pahing, Pon, Wage, Kliwon). Sistem ini menghasilkan 35 kombinasi hari (7 x 5 = 35). Setiap orang yang lahir di hari tertentu dalam sistem weton, diyakini memiliki watak, keberuntungan, dan peruntungan hidup yang unik.
Contohnya, seseorang yang lahir pada hari Sabtu Wage memiliki weton Sabtu Wage, dengan perhitungan neptu (angka nilai) 9 (Sabtu = 9) + 4 (Wage = 4) = 13. Neptu ini menjadi dasar berbagai petungan, mulai dari ramalan jodoh, rejeki, hari baik, hingga pantangan tertentu.
Sejarah dan Asal-Usul Weton
Jejak awal weton dapat dilacak dari sinkretisme budaya yang terjadi di Jawa, khususnya antara sistem kalender Hindu-Buddha dan Islam. Sistem hari pasaran (Legi, Pahing, Pon, Wage, Kliwon) diyakini berasal dari tradisi agraris Jawa kuno yang memadukan pengamatan terhadap alam, musim tanam, dan kebiasaan spiritual masyarakat.
Ketika Islam masuk ke Nusantara, para wali—terutama Sunan Kalijaga—tidak menolak kebudayaan lokal, melainkan mengintegrasikan nilai-nilai Islam ke dalam sistem kepercayaan Jawa. Dari sinilah kemudian muncul sistem kalender Jawa Islamik, yang menggabungkan penanggalan Hijriyah dengan unsur pasaran dan hari dalam satuan 7 hari.
Dalam Serat Primbon karya para pujangga keraton, sistem weton dipetakan secara lebih terstruktur. Setiap kombinasi weton dijelaskan secara detail, lengkap dengan neptu, watak, pengaruh hari lahir terhadap perjodohan, kesuksesan, hingga sakit-penyakit yang mungkin dialami seseorang.
Cara Menghitung Weton
Untuk menghitung weton, kita perlu mengetahui:
-
Hari Lahir Masehi
-
Konversi ke Hari dan Pasaran Jawa
-
Menjumlahkan Neptu Hari dan Neptu Pasaran
Berikut daftar neptu untuk setiap hari dan pasaran:
Hari | Neptu | Pasaran | Neptu |
---|---|---|---|
Minggu | 5 | Legi | 5 |
Senin | 4 | Pahing | 9 |
Selasa | 3 | Pon | 7 |
Rabu | 7 | Wage | 4 |
Kamis | 8 | Kliwon | 8 |
Jumat | 6 | ||
Sabtu | 9 |
Sebagai contoh, seseorang lahir pada Selasa Kliwon:
-
Selasa = 3
-
Kliwon = 8
-
Neptu = 3 + 8 = 11
Neptu ini digunakan dalam berbagai petungan, misalnya:
-
Untuk petungan jodoh: menjumlahkan neptu laki-laki dan perempuan, kemudian dilihat dari hasilnya apakah cocok atau tidak.
-
Untuk hari baik: menyesuaikan neptu kegiatan dengan neptu hari dalam kalender Jawa.
Pengaruh Jam Lahir
Beberapa pustaka percaya jam lahir berpengaruh pada perhitungan weton. Karena penanggalan Jawa berdasarkan pergerakan bulan, sesungguhnya pergantian hari sudah dimulai sejak sore hari. Mayoritas percaya bahwa setelah jam 18.00 atau Maghrib, hari sudah berganti, jadi jika kamu lahir pada hari Jumat jam 7 malam dengan pasaran Kliwon, weton kamu bukan Jumat Kliwon melainkan Sabtu Legi (hari berikutnya).
Penulis sendiri, karena ajaran yang diturunkan dari nenek moyang, percaya bahwa hari baru dimulai setelah jam 4 sore (setelah Ashar). Karena itu, perhitungan weton di Kawruh.com memasukkan jam lahir sebagai parameter dan pergantian hari dimulai setelah jam 4 sore.
Makna dan Fungsi Weton dalam Kehidupan
Weton tidak hanya digunakan untuk meramal nasib pribadi, tetapi juga sebagai alat navigasi sosial dan spiritual dalam budaya Jawa. Berikut beberapa aspek penting dalam penggunaannya:
-
Perjodohan
Sebelum menikah, banyak keluarga Jawa menghitung kecocokan pasangan berdasarkan weton. Jika hasil petungan menunjukkan “pegat” (berisiko cerai) atau “padu” (sering bertengkar), maka diperlukan ritual penangkal seperti ruwatan, selametan, atau sedekah tertentu. -
Hari Baik
Weton dipakai untuk menentukan waktu terbaik melakukan hajatan penting: pernikahan, pindah rumah, memulai usaha, bahkan mencukur rambut bayi (mitoni). Hari yang neptunya dianggap “celaka” sebaiknya dihindari. -
Watak dan Karakter
Setiap weton dipercaya memiliki ciri watak khas. Misalnya, orang berweton Kamis Kliwon dikenal pendiam tapi keras pendirian. Weton Rabu Legi disebut pintar dan disukai banyak orang. Ini menjadi semacam panduan mengenal diri dan orang lain. -
Ramalan Rejeki dan Umur Panjang
Beberapa tradisi masih memegang kepercayaan bahwa neptu tertentu lebih dekat pada keberuntungan atau malapetaka, dan bisa menjadi dasar memilih jalan hidup atau pekerjaan.
Pandangan Masyarakat Jawa Masa Kini
Meski zaman sudah modern dan internet telah merambah desa-desa, weton tidak kehilangan pamornya. Di pedesaan Jawa, tradisi ini masih kuat mengakar. Banyak orang tua masih melakukan selametan wetonan—ritual tiap 35 hari sesuai siklus weton anak atau cucunya.
Namun di perkotaan, sikap terhadap weton cenderung beragam. Generasi muda, terutama yang sudah akrab dengan pendidikan modern, melihat weton sebagai bagian dari budaya yang perlu dihormati, tapi tidak selalu diikuti secara mutlak. Beberapa menganggapnya mitos, sebagian lagi menggunakannya sekadar untuk refleksi atau hiburan.
Akan tetapi, di era digital, justru muncul gelombang baru ketertarikan terhadap weton. Banyak situs dan aplikasi menghitung weton secara otomatis, memberikan ramalan, bahkan menyediakan layanan konsultasi jodoh dan rejeki berdasarkan weton. Media sosial seperti TikTok dan Instagram juga ramai dengan konten “weton kamu ternyata begini!” yang mempopulerkan kembali tradisi ini, khususnya di kalangan milenial dan Gen Z Jawa.
Antara Keyakinan dan Refleksi
Kepercayaan terhadap weton bukan soal mistik belaka. Dalam budaya Jawa, weton adalah cermin dari filsafat hidup yang melihat manusia sebagai bagian dari semesta. Weton mengajarkan bahwa hidup itu ada waktunya, bahwa tiap orang punya garis nasib dan laku yang berbeda. Bukan untuk membuat pasrah, tetapi sebagai sarana introspeksi dan harmoni dengan alam.
Masyarakat Jawa tidak serta merta mempercayai weton sebagai ramalan absolut. Sebaliknya, banyak yang menggunakannya sebagai alat untuk eling lan waspada—ingat dan waspada dalam melangkah. Sebab dalam pandangan Jawa, “urip iku mung mampir ngombe,” dan weton adalah bekal untuk menapaki laku hidup dengan lebih sadar.
*****
Weton adalah warisan leluhur yang tak lekang oleh waktu. Dari masa kerajaan, masa kolonial, hingga zaman internet, ia tetap hidup dan memberi makna. Meski cara pandangnya berubah, fungsi utamanya sebagai panduan laku hidup tetap relevan, bahkan dalam era modern sekalipun.
Bagi kita sebagai orang Jawa, memahami weton bukan berarti terkungkung oleh takdir. Tapi justru menjadi jalan untuk lebih memahami diri, orang lain, dan semesta. Seperti kata pepatah Jawa:
“Sing ngerti petungan, ora kudu manut. Sing manut petungan, kudu ngerti eling.”
(Yang tahu hitungan, tak harus tunduk. Yang tunduk pada hitungan, harus tahu untuk ingat diri.)
Kamu ingin tahu apa weton kamu? Cek weton kamu di Kawruh.com.